Bab 1787
Setelah kembali ke kastil Keluarga Moore, Dewi segera menyiapkan obat herbal dan meminta petugas medis merebusnya agar Lorenzo bisa menggunakannya untuk berendam saat malam nanti.
Kemudian, dia kembali ke kamar dan berendam air panas dengan nyaman, lalu dia pun tertidur setelah mengeringkan rambut dan mengobati lukanya.
Dia memang orang seperti ini, bisa makan dan tidur tanpa memikirkan hal lainnya.
Tidak ada satu hal pun yang bisa memengaruhi suasana hatinya.
Namun, sebelum tidur, dia tetap teringat kalung emas hitam miliknya itu.
Mengingatkan dirinya sendiri dalam kondisi yang setengah sadar bahwa dia harus mengambil kalung itu
kembali.
Entah telah tertidur berapa lama, Dewi terbangun karena suara petir yang menggelegar di luar.
Dia mengucek matanya, lalu membalikkan tubuh dan bersiap melanjutkan tidurnya, tetapi ada orang yang mengetuk dari luar, “Tabib Dewi, Anda sudah bangun?”
“Belum.” jawab Dewi yang sangat mengantuk.
Pelayan wanita yang ada di luar itu langsung terkekeh, jelas–jelas dia sudah menjawab, tapi malah mengatakan dirinya belum bangun.
“Tabib Dewi, Tuan sudah kembali, Kak Jasper meminta Anda menyiapkan pengobatannya.” Pelayan wanita itu kembali mengetuk pintu, “Merepotkan Anda.”
“Baiklah.”
Dewi bangun dengan enggan, berganti pakaian, mengucek matanya yang mengantuk dan berjalan keluar.
“Tabib Dewi, di luar hujannya sangat deras, malam ini Tuan berendam obat–obatannya di dalam kamar saja.” ujar Jasper.
“Terserah dia.” Dewi menguap, “Bawakan kotak medis dan jarum perakku.”
“Sudah disiapkan, Tuan sudah di kamar, masuk sekarang saja.”
“Ayo!”
Dewi mengikuti Jasper memasuki kamar Lorenzo.
Kamarnya sangat besar, setelah melewati sebuah ruang kerja kecil, barulah bisa melihat rak khusus anggur, ruang tidurnya baru terlihat setelah memasukinya.
Ranjang besar berwarna putih ini terlihat sangat rapi dan bersih.
Di dalam ruangan yang dipenuhi asap itu, tubuhnya yang seksi dan menarik makin menggoda, wajah tampannya tampak sedikit lelah, dahinya sedikit mengernyit seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Tuan, Tabib Dewi sudah datang.”
Jasper mengernyitkan alisnya saat memperhatikan ekspresi Dewi, sepertinya tebakannya tidak salah, wanita tomboi ini benar–benar mengincar ketampanan Tuan.
Benar–benar tidak tahu diri, beraninya mengincar Tuan!
“Hm.” Lorenzo menanggapi dengan samar, lalu membuka matanya perlahan dan menatap dingin ke arah Dewi, “Masih belum puas?”
“Kalau tidak diperhatikan, bagaimana bisa mengetahui kondisi penyakitmu?” Dewi bersikeras, “Duduklah, aku lihat luka di pinggangmu.”
Lorenzo mengernyitkan alisnya dan duduk dengan enggan.
Dewi mendekatkan tubuhnya untuk melihat dan tidak bisa menahan diri untuk mengernyitkan alis, “Sudah bernanah, harus segera melakukan tindakan.”
“Apa?” Jasper langsung panik begitu mendengarnya, “Bukankah sebelumnya hanya perlu berendam obat- obatan dan di akupuntur?”
“Apa kamu tidak lihat lukanya cukup parah sekarang?” Dewi menunjuk luka itu dan berkata dengan tegas, “Sebelumnya lukanya hanya sebesar telur ayam, sekarang sudah selebar telapak tangan, lukanya akan terus membesar kalau dibiarkan, toksin akan masuk ke tubuh dan memengaruhi organ dalam ….
Tidak, mungkin saja sudah memengaruhi organ dalam!”
Comments
The readers' comments on the novel: Tiga Harta Ayah Misterius Ternyata Seorang Bos Besar