Bab 1788
Jasper langsung panik begitu mendenarnya, “Lalu, bagaimana?”
“Ambilkan pisau.” ujar Dewi mendesak.
“Ini….”
“Gunakan ini.” Lorenzo mengeluarkan belatinya yang berbentuk bulan sabit dan menyerahka “Obati sesuai prosedur, tidak perlu mengkhawatirkan apa pun.”
Dada Dewi,
Dia mengatakannya dengan santai, seperti yang akan dibuang dagingnya adalah orang lain dan bukan dirinya.
“Aku akan menyiapkan obat anestesi.” ujar Dewi sambil berdiri.
“Tidak perlu.” Lorenzo sedikit tidak sabar, “Selesaikan dengan cepat!”
“Akan sangat sakit.” Dewi mengingatkannya, “Aku harus memotong semua bagian yang membusuk ini.”
“Cerewet!” Lorenzo memejamkan matanya.
“Baiklah, kamu yang mengatakannya.”
Dewi tidak berbicara lagi, dia duduk miring di tepi bak mandi dan mulai memotong daging busuk di luka Lorenzo dengan belati berbentuk bulan sabit itu.
Jasper menatap dari samping dengan perasaan khawatir dan terenyuh.
Dewi melihat Lorenzo sekilas, dia sedikit mengernyitkan alisnya tanpa mengeluarkan suara apa pun, seperti
tidak merasakan sakit.
Darah kotor berwarna merah gelap mengalir keluar dan menetes perlahan ke dalam bak dan membuat ramuan obat berwarna cokelat itu berubah menjadi semakin gelap.
Aroma obat herbal yang awalnya merebak di kamar mandi, sekarang telah berganti dengan aroma amis yang
menyengat.
Dewi memotong daging busuk itu dengan sangat sigap, “Aku keluar dulu, kamu pakailah celanamu, lalu keluar, aku akan mengobati lukamu.”
Saat mengatakannya, dia langsung mencuci tangan dan keluar dari kamar mandi.
“Tuan!” Jasper bergegas menutup pintu, lalu memapah Lorenzo berdiri, “Anda tidak apa–apa? Apa sakit?”
“Tidak apa.”
Ekspresi Lorenzo terlihat tenang.
Setelah keluar dari bak mandi, dia membersihkan ramuan obat dengan handuk, lalu memakai celana dan berjalan keluar.
Lukanya terus mengeluarkan darah dan segera membuat celana tidurnya berubah menjadi warna merah.
Benar, wanita tomboi ini tidak berbicara omong kosong, rasa sakit saat memotong daging itu tidak ada apa- apanya, sekarang barulah rasa sakit yang tidak tertahankan itu.
Rasa sakit ini seperti ada sebuah bor yang menusuk jantungnya dengan mendadak hingga membuat sekujur tubuhnya meringkuk.
Dia mengepalkan tangannya dengan kuat.
Urat di pelipisnya mulai menonjol, matanya pun mulai memerah.
“Tuan!” Jasper panik, “Tabib Dewi, lebih pelanlah.”
“Itu mustahil.”
Dewi tidak tergerak sedikit pun karena dia telah terbiasa melihat hidup dan mati.
Dia mengoleskan obat untuk Lorenzo dengan sigap, lalu mengambil gulungan kain kasa dan membungkus
luka itu.
Karena luka itu sedikit besar, kain kasa itu harus dililitkan di pinggang dan dia harus berjongkok di depan pria
itu, lalu melilitkannya dengan kedua tangan satu putaran demi satu putaran.
Lorenzo sangat tidak terbiasa ada seorang wanita yang begitu dekat dengannya, dia mengernyitkan alisnya dengan tubuhnya yang kaku dan tegang.
Meski masih merasakan rasa sakit itu, matanya tetap mengawasi wanita itu untuk mencegah wanita itu berbuat tidak senonoh padanya.
Comments
The readers' comments on the novel: Tiga Harta Ayah Misterius Ternyata Seorang Bos Besar